Adolf Heyken pernah berucap: "Hari jadi Jakarta hanyalah sebuah dongeng khayalan."
Barangkali saking frustasinya,
Tidak sedikit peneliti yang akhirnya menyerah karena selalu kesulitan dalam upaya menemukan kapan sebenarnya milad ibukota RI itu patut dirayakan. Silang-sengkarut terkait hari lahir Jakarta belum tuntas hingga saat ini.
Menggugat Hari Jadi Jakarta
nama Jayakarta dihilangkan dan diganti dengan Batavia. Di bawah penguasaan Belanda, peringatan itu dilakukan setiap tanggal akhir Mei berdasarkan penaklukan Jayakarta oleh Jan Pieterszoon Coen pada 30 Mei 1619. Sudiro merasa perlu merumuskan hari jadi Jakarta versi Indonesia karena selama masa kolonial Hindia-Belanda,
yang mewujud dalam naskah berjudul “Dari Jayakarta ke Jakarta”. dan Sudarjo Tjokrosiswoyo, Sukanto, Dr. yakni Mohammad Yamin, berdasarkan hasil penelitian 3 orang ahli, Sudiro, Rumusan ditetapkannya tanggal 22 Juni 1527 sebagai hari lahir Jakarta sendiri digagas oleh Walikota Jakarta 1953-1958,
terus berlangsung pada masa itu. atau kepercayaan lokal, Buddha, dan Banten) melawan Pajajaran yang mayoritas rakyatnya menganut Hindu, Cirebon, peperangan antara kubu Islam (Demak, Di sisi lain, syiar Islam berlangsung masif di kawasan strategis ini. Setelah Sunda Kelapa diambil-alih oleh Fatahillah dan menjadi wilayah taklukan Demak,
Bogor pada masa itu adalah pusat pemerintahan Kerajaan (Pakuan) Pajajaran yang menguasai Sunda Kelapa sebelum direbut Fatahillah. 2008:147). Ridwan Saidi menyimpulkan kemungkinan tersebut berdasarkan folklor atau cerita rakyat yang disebutnya masih hidup dan berkembang di kalangan penduduk Bogor asli (Saputra, Namun,
Yahya Andi Saputra dalam buku Upacara Daur Hidup Adat Betawi menyertakan pengakuan Ridwan Saidi yang meyakini bahwa cukup banyak jiwa yang menjadi korban serangan Fatahillah ke Sunda Kelapa –atau Nusa Kalapa menurut istilah Ridwan Saidi– itu. Belum ditemukan referensi yang kuat terkait itu.
Ridwan Saidi menyebut pertempuran ini dengan istilah Perang Betawi. apakah memang benar bahwa penaklukkan Sunda Kelapa pada 1527 itu juga menjadi ajang pembantaian yang dilakukan pasukan Fatahillah terhadap orang-orang Betawi? Lantas,
1997:105). Betawi dalam Perspektif Kontemporer, dkk., Fatahillah juga didukung oleh masyarakat muslim Melayu dan Jawa yang telah menetap di Sunda Kelapa dan wilayah Kerajaan Pajajaran lainnya (Yasmine Yaki Shahab, Selain itu, Pasukan Fatahillah kemudian bergabung dengan orang-orang Cirebon yang memang mengincar Sunda Kelapa.
Demak yang sebagai kekuatan utama Islam di Jawa merasa terancam jika Portugis dan Kerajaan Pajajaran bekerjasama menguasai Sunda Kelapa yang merupakan salah satu bandar dagang terbesar dan teramai di Nusantara kala itu.
catatan sejarah yang lebih jelas menyebutkan bahwa orang ini adalah panglima perang Kerajaan Demak yang diutus Sultan Trenggono untuk merebut Sunda Kelapa dari Portugis pada 1527. Terlepas dari kesimpang-siuran terkait jatidiri Fatahillah,
Muljana meyakini bahwa Fatahillah pernah menjadi penguasa Banten dan Cirebon.
Bahkan, seperti dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara karya Slamet Muljana (2005:230). ada sumber yang menyebut Fatahillah adalah orang yang sama dengan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Bahkan,
Misteri Jatidiri Fatahillah
lalu mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki sebelum bergabung dengan Kerajaan Demak di Jawa atau orang asli Samarkand (Uzbekistan) yang sempat belajar ke Baghdad (Irak), atau putra pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, termasuk yang menyatakan bahwa ia adalah pangeran dari Arab, Masih terdapat beberapa versi lainnya terkait sosok Fatahillah,
2002:314). Dari Samudera Pasai ke Yogyakarta, Fatahillah pernah bermukim di Mekkah untuk memperdalam ajaran Islam (Ibrahim Alfian, Disebutkan pula, Ia meninggalkan Samudera Pasai ketika kerajaan Islam pertama di Nusantara itu dikuasai oleh Portugis pada 1521 dan merantau sampai ke Demak. Ada juga yang meyakini Fatahillah adalah seorang pedagang sekaligus guru agama dari Aceh.
Sultan Trenggono (1505-1518). Noor (2005:103) dalam buku From Majapahit to Putrajaya: Searching for Another Malaysia menyebut bahwa Fatahillah atau Faletehan adalah seorang muslim keturunan Arab yang berasal dari Gujarat (India) yang kemudian diangkat menantu oleh penguasa Demak, Ahmad-Noor A. Identitas dan asal-usul Fatahillah sendiri sebenarnya masih menjadi misteri.
Apakah benar ia dan pasukan muslimnya telah membantai rakyat Betawi saat mengambil-alih Sunda Kelapa dari tangan Portugis? siapa sebenarnya Fatahillah? Lantas,
Mitos Kelahiran Jakarta
Heyken menyebut bahwa Fatahillah adalah orang Arab dan sangat tidak mungkin ia memberi nama sesuatu –apalagi sesuatu yang sangat berharga sekaligus prestisius seperti Sunda Kelapa yang berhasil ditaklukannya– dengan nama dari istilah Sanskerta.
Alwi Shahab (2004:138) dalam buku Saudagar Baghdad dari Betawi menyebut bahwa Heyken pernah tinggal di Jakarta pada era 1960-an. Bahwa Fatahillah diragukan sebagai orang yang mencetuskan nama Jayakarta juga pernah dikemukakan oleh peneliti asal Jerman bernama Adolf Heyken.
Itu nama yang sudah ada sebagai sebutan lain Sunda Kalapa (Kelapa)," tegasnya. nama Jayakerta bukan diberikan oleh Fatahillah. Jadi, bukan Fatahillah yang merumuskan nama Jayakarta atau Jayakerta untuk menyebut bekas wilayah Sunda Kelapa itu. Ridwan Saidi sangat yakin,
Sedangkan Muhadjir (2000:41) dalam buku Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya menafsirkan Jayakerta dengan arti “kemenangan besar”. sang selir menyebut lokasi itu dengan istilah Jayakerta yang berarti “kemenangan yang jaya”. Untuk mengenang dan memperingati kematian sang jabang bayi,
bayi tersebut meninggal dunia tak lama setelah dilahirkan. Sayang, Selir sang raja yang sedang mengandung itu kemudian melahirkan bayi laki-laki. penguasa Kerajaan Sunda Galuh yang bertahta pada 1482-1521. merupakan tempat pengasingan salah satu istri Prabu Siliwangi atau Sri Baduga Maharaja, tambahnya, Jayakerta,
Itu sudah ada sejak zaman Siliwangi," tandas Ridwan Saidi. Ada desa di Karawang yang namanya Jayakerta yang merupakan wilayah budaya Betawi. "Nama Jayakarta sudah ada sejak lama.
dan Adat-Istiadatnya yang diterbitkan tahun 1997 ini juga menentang klaim Fatahillah yang selama ini dipercaya sebagai orang yang mencetuskan nama Jayakarta untuk menggantikan Sunda Kelapa.
Kebudayaan, Penulis buku Profil Orang Betawi: Asal-Muasal,
kok malah dijadikan hari jadi kota?" geramnya. mengusir kami sehingga kami harus menyingkir ke balik-balik bukit, "Mereka membakar rumah kami, Ridwan Saidi juga menyebut bahwa pasukan Fatahillah telah membumi-hanguskan Sunda Kelapa dan mengusir penduduk Betawi asli yang sudah sejak lama menetap di situ. dalam diskusi “Kontroversi HUT Jakarta” pada 22 Juni 2011, Selain itu,
"Masa sih ketika orang Betawi dibantai malah diperingati dengan meriah?" tukas Ridwan Saidi. ia tidak rela kalau tanggal 22 Juni 1527 ditetapkan sebagai hari lahir Jakarta. Dari situlah, yakni orang-orang Betawi. tetapi juga membantai penduduk asli Sunda Kelapa, pada tanggal itu pasukan gabungan Kesultanan Demak dan Cirebon tidak hanya memerangi bangsa Portugis, Menurut Ridwan Saidi,
Salah satu orang yang menentang keras hal itu adalah Ridwan Saidi yang dikenal sebagai tokoh sekaligus budayawan Betawi. ternyata ada yang tidak sepakat dengan penetapan tanggal 22 Juni sebagai hari jadi Jakarta tersebut. setelah berabad-abad berlalu, Namun,
nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Sejak saat itu, 22 Juni 1527. Tanggal tersebut merujuk pada hari ketika pasukan gabungan Demak-Cirebon yang dipimpin oleh Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa, tanggal 22 Juni diyakini dan selalu diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Jakarta. Selama ini,
Source: tirto.id
EmoticonEmoticon
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.